Minggu, 19 Desember 2010

Sejarah BakCang / Peh Cun


Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Cina. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia: mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktek umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.

Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou

Dari catatan sejarah dan cerita turun temurun dalam masyarakat Tionghoa, asal usul festival ini dapat dirangkum menjadi 2 kisah:

Peringatan atas Qu Yuan


Qu Yuan (Hanzi: 屈原) (339 SM - 277 SM) adalah seorang menteri negara Chu (Hanzi: 楚) di Zaman Negara-negara Berperang. Ia adalah seorang pejabat yang berbakat dan setia pada negaranya, banyak memberikan ide untuk memajukan negara Chu, bersatu dengan negara Qi (齊) untuk memerangi negara Qin (秦). Namun sayang, ia dikritik oleh keluarga raja yang tidak senang padanya yang berakhir pada pengusirannya dari ibu kota negara Chu. Ia yang sedih karena kecemasannya akan masa depan negara Chu kemudian bunuh diri dengan melompat ke sungai Miluo. Ini tercatat dalam buku sejarah Shi Ji.

Lalu menurut legenda, ia melompat ke sungai pada tanggal 5 bulan 5. Rakyat yang kemudian merasa sedih kemudian mencari-cari jenazah sang menteri di sungai tersebut. Mereka lalu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri. Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang kita kenal sebagai bakcang sekarang. Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.

Bermula Dari Tradisi Suku Kuno Yue di Cina Selatan

Perayaan sejenis Peh Cun ini juga telah dirayakan oleh suku Yue di selatan Cina pada zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han. Perayaan yang mereka lakukan adalah satu bentuk peringatan dan penghormatan kepada nenek moyang mereka. Kemudian setelah terasimilasi secara budaya dengan suku Han yang mayoritas, perayaan ini kemudian berubah dan berkembang menjadi perayaan Peh Cun yang sekarang kita kenal.

Sebagai tambahan, banyak yang tahu bahwa Duanwu / Peh Cun berhubungan
dengan peringatan akan legenda sastrawan Qu Yuan dan legenda Jiezitui.
Yang mungkin belum banyak diketahui orang adalah sebelum masanya Qu
Yuan, Duanwu jie sebenarnya sudah menjadi budaya. Dihitung dari
kalendar pertanian, Duanwu adalah masa panen gandum yang ditanam pada
musim gugur sebelumnya (orang barat menyebutnya winter wheat). Jadi
para petani merayakan masa panen gandum ini, salah satunya adalah
dengan lomba perahu naga dan tidak ketinggalan makan-makan yang
melahirkan Bakcang atawa Zongzi.

Bacang sekarang udah jadi makanan umum. Padahal dulu bacang cuma bisa
dijumpai di sekitar hari peh-cun, yaitu sembahyang dengan sajian bacang.

Bacang beras, cuma orang jakarta (mungkin juga Jawa barat) yang biasa
menyantapnya. Sementara di Jawa tengah, Jawa timur, Sumatra dan
Kalimantan, bacang terbuat dari ketan.
Tidak tahu, siapa yang menyimpang dari pakem Smile yang beras atau yang
ketan:-)

Di daerah tertentu, karena pengaruh suku (chinese) tertentu, bentuk
bacang berbeda dari bacang yang biasa kita lihat sekarang ini. Karena
diriku terbiasa dari kecil makan yang ketan, sampai sekarang ya tetep
cinta yang ketan. dan bagiku, inilah yang original. hehehehe.....

Daging untuk isian bacang, umumnya daging babi, tapi karena bacang
udah jadi makanan yang universal, supaya bisa dimakan siapa aja, maka
isian bacang gak terbatas pada daging babi saja. Bisa di ganti daging
ayam, bisa daging sapi. Seafood nggak cocok ya, karena tidak cocok
dimasak dalam waktu lama.

Isian bacang, bisa dibuat variasi dari daging potongan yang di masak
kecap di campur jamur hioko dan lakci (semacam kacang). Telur asin
(kuningnya saja), juga enak di masukkan di tengah daging bacang.
Bacang isi daging cincang, lebih enak kalau dagingnya tidak di masak
lebih dulu.

Bacang ketan tanpa isi, di sebut Kwe cang, ini "bacang" vegetarian.
Dimakan dengan di cocol kinca atau sirup. Pembuatannya lebih
sederhana, tanpa di tumis dulu, hanya ketan di rendam air abu selama
beberapa jam, hingga warnanya kekuningan. Hasil akhirnya mirip lupis,
tetapi berwarna kuning dan kenyal karena pengaruh dari rendaman air
abu. Karena proses memasaknya yang lama dan tanpa campuran apapun, kwe
cang tahan berminggu-minggu tanpa di simpan di lemari es. Supaya hasil
kwe cang bagus, bening tanpa noda, beras ketan harus bersih dan tidak
tercampur butiran beras lainnya.

da yang namanya Kwee Cang. Kwee cang ini hampir sama seperti Bak Cang. Perbedaan kwee cang dengan bak cang adalah isinya.
Kwee cang itu ngak ada isinya atau tidak diisi daging. Kwee Cang berasal dari Sumatera Utara atau medan. Kwee Cang untuk yang vegetarian. Kwee cang itu lebih kecil dari bak cang. bahannya sama seperti bak cang hanya saja tidak menggunakan beras, tapi kentan. Dan dicampurkan dengan gula merah atau gula jawa. Fenomena Kwee cang di Indo sangat menarik. Kwee Cang sering sekali dijadikan bahan sembayangan kepada para bodhisatva pada hari raya Peh Cun, karena tidak berisi daging, bagi yang vegetarian bisa menikmati hari peh cun dengan memakan kwee cang.